Cinta Gadis Pessisir



    Pagi itu seorang wanita berbaju hitam berjalan di pesisir pantai. Rambutnya di gelung tinggi menampakkan lehernya yang jenjang. Dia sengaja bertelanjang kaki, membiarkan ombak menjilati kakinya. Matanya tajam menatap kedepan, kontras dengan raut mukanya yang penuh harap dan sedih. Dia terus berjalan di sepanjang pesisir itu. Hingga di ujung, dia akan menaiki perahu nelayan ke tengah laut untuk menaburkan bunga yang telah dibungkus kresek hitam. Kemudian dia akan kembali lagi berjalan menyisir pantai dan naik ke atas karang di ujung lainnya. Duduk di sana sepanjang hari dan menatap jauh ke laut.
     Itulah ritual tahunan yang sudah 5 tahun ini wanita itu lakukan. Tidak peduli laut sedang ganas atau hujan deras. Kau bisa bayangkan bagaimana laut di bulan Desember ?. Wanita itu duduk di atas karang membiarkan rambut tergerai dicumbu angin. Dia mengingat bagaimana di tahun pertama dia berjalan dengan rasa sesak yang ia simpan didada, berjalan dengan tangis di bawah mendung untuk menaburkan bunga yang pertama. Lalu, ditahun kedua dia berjalan di bawah badai dan memohon mohon pada nelayan untuk membawanya ke tengah laut. Tak ada yang mau. Laut terlalu ganas untuk dirayu. Wanita itu hanya menaburkan bunganya di pesisir. Di tahun ketiga masih penuh harap di berjalan di sepanjang pesisir dan pergi ke tengah laut untuk menaburkan bunganya. Terus setiap tahun di tanggal yang sama. Harapannya selalu sama, laut memulangkan kekasihnya.
    Masyarakat sekitar menyebutnya gila. Siapa yang mau melakukan ritual seperti itu hanya untuk mengenang orang yang sudah mati. Di awal-awal mereka mencoba untuk mengingatkan wanita itu, toh dia adalah wanita yang cukup cantik pasti banyak pemuda lain yang mau meminangnya. Tapi wanita itu lebih memilih menyiksa ingatan dan hatinya.
     Wanita itu sudah tidak peduli lagi dengan sekitarnya. Bahkan ia tidak peduli lagi dengan hidupnya. Sejak laut memisahkan ia dengan pemuda itu. Hanya seminggu sebelum pernikahan mereka, pemuda itu hilang di laut. Perahunya tidak pernah kembali. Laut telah mematahkan hati wanita itu. Namun, jauh di dalam hatinya ia berharap pemuda itu kembali di suatu sore dengan senyum di wajahnya.
     Angin sore semakin kuat menerpa tubuh wanita itu. Deru ombak semakin kencang menggempur karang. Diujung katulistiwa seperti ada titik hitam yang mendekat. Wanita itu memicingkan mata untuk memperjelas penglihatannya. Titik hitam itu semakin besar membentuk siluet tubuh manusi. Deg, degup jantung wanita itu mendadak berhenti kemudian berdetak dengan cepat seakan ingin keluar dari dada. Dia berdiri mendekat ke laut. Lekukan tubuh itu, dada bidangnya, binar matanya. Tuhan, inikah jawaban dari do'a wanita itu. Pemuda yang hilang di laut itu kembali.
     Air mata wanita itu berlinangan tak mampu lagi dibendung. Semua duka dan rindu ingin direbahkan didada pemuda yang tersenyum di hadapannya. Dia ingin bercerita tentang sesaknya kehilangan pemuda itu. Didekapannya dunia ini kecil, didekapannya  wanita itu ingin beristirahat.
    Dunia masih berjalan seperti biasa. Entah anak adam mana yang jatuh cinta atau mungkin patah. Dia tidak bergeming. Pun, ketika seorang wanita lompat ke laut dari tebing. Dunia masih tidak peduli. Hanya masyarakat yang mencibir dan menganggap hina cinta wanita itu.
    Ya, wanita itu kini telah tiada. Raganya telah didekap samudra luas. Mungkin cintanya dipertemukan disana.
   
   

0 komentar:

Posting Komentar